Islamedia -Di saat Menteri PKS menyatakan perang terhadap pembalakan liar, muncul kasus Soeripto…
Di saat Politisi PKS menyatakan perang terhadap Century, muncul kasus Misbakhun…
Di saat Menteri PKS menyatakan perang terhadap Pornografi, muncul kasus Arifinto…
Di saat Menteri PKS menyatakan perang tehadap produk impor, muncul kasus
LHI…
Hanya kebetulankah?
Demikianlah
petikan kalimat-kalimat pembelaan oleh para kader PKS yang sejak
kemarin berseliweran di berbagai jejaring sosial, forum dan blog. PKS
yang dikenal sebagai partai dengan kader intelek dan melek IT langsung
bereaksi keras begitu Presiden mereka, Luthfi Hassan Ishaq dijemput KPK.
Rata-rata para kader PKS relatif tak termakan berita media, sebab dalam
kaderisasinya mereka mengenal yang namanya ats-tsiqah (kepercayaan)
kepada qiyadah (pimpinan).
Selama
ini, jika ada berita buruk tentang PKS dan kadernya, maka seluruh kader
PKS diperintahkan untuk melakukan tabayyun (cek dan ricek).
Dalilnyapun
ada di dalam kitab suci Al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.”
Jadi,
apakah para awak media mereka yang menulis berita tentang LHI mereka
sebut sebagai orang fasiq? Bisa jadi ya karena pengertian fasiq adalah
keluar dari aturan syariat. Apalagi para kader PKS sungguh-sungguh
meyakini bahwa heboh kasus LHI yang langsung menjadi headline nyaris di
seluruh koran nasional, topik utama di berbagai stasiun televisi sampai
menjadi trending topic di twitter ini merupakan semacam konspirasi.
Istilah
konspirasi ini pertama kali disampaikan anggota DPR F-PPP, Ahmad Yani.
“Ini saling sandera, uji-menguji KPK, jangan dijadikan instruksi
politik. Kalau ini betul konspirasi betapa tidak bermoralnya bangsa
ini,” ujar Sekretaris Majelis Pakar DPP Partai Persatuan Pembangunan
Ahmad Yani di kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta,
Kamis (31/1/2013).
Keyakinan
kader PKS semakin kuat karena seperti quote di awal tulisan ini yang
memang menunjukkan ada semacam kejanggalan setiap kader PKS “ditangkap”.
Mereka menyebutnya sebagai kriminalisasi.
Konon
lagi, Jimly Ash-Shiddiqie, mantan ketua Mahkamah Konstitusi juga
berpikiran bahwa penetapan LHI sebagai tersangka ini janggal karena
terlalu cepat. “Ganjil KPK menetapkan Luthfi Hasan Ishaq sebagai
tersangka sangat cepat. Cuma beberapa menit setelah penangkapan,” kata
pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie, di kompleks MPR/DPR, Senayan,
Jakarta, Kamis (31/1).
Jimly
mengatakan cepatnya penetapan status tersangka Luthfi memunculkan kesan
PKS sudah lama menjadi target incaran KPK. Padahal, banyak tokoh
politik dari partai lain yang sudah sering disebut-sebut terlibat kasus
korupsi, namun hingga kini belum
ditetapkan sebagai tersangka. Ia mencontohkan kasus korupsi Hambalang
dan Proyek Wisma Atlet.
Meskipun
dalam persidangan nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum
sering disebut saksi maupun tersangka, nyatanya sampai sekarang KPK
belum juga melakukan tindakan hukum signifikan kepada Anas.
Tak
hanya Anas, KPK juga dinilai Jimly tidak tegas terhadap politisi Golkar
yang juga Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso. Padahal, dalam dakwaan
Jaksa Penuntut Umum kepada dua tersangka kasus korupsi proyek Alquran
dan pembangunan laboratorium madrasah, Zulkarnaen Djabbar dan Dendy
Presetya, Priyo disebut menikmati fee satu persen dari total proyek.
Selain
Jimly, Pengamat politik Yon Mahmudi mengaku heran dengan aksi KPK kali
ini.“Tak ada angin tak ada hujan kok tiba-tiba petinggi PKS ditetapkan
sebagai tersangka, hanya karena pengakuan
sepihak yang tertangkap tangan,” katanya. Ia juga mempertanyakan apakah
KPK tidak perlu konfirmasi atau konfrontasi untuk membuktikan kesaksian
valid atau palsu. ”Apakah LHI sudah dipantau sejak lama, mungkin
disadap komunikasinya dan diselidiki gerak-geriknya selama ini terkait
kasus impor daging?,” kata dosen FIB UI yang disertasinya membahas PKS
itu.
Muhammad
Assegaf, kuasa hukum LHI, menyesalkan penjemputan yang dilakukan KPK di
Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu (30/1/2013)
malam. Menurut Assegaf, penjemputan tersebut tidak menghargai Luthfi
sebagai anggota Komisi I DPR yang juga Presiden PKS.
“Dipanggil
saja, dia akan datang. Itu lebih sopan, lebih menghargai harga diri
ketua. Tapi ini tidak,” ujar Assegaf di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta
Selatan, Kamis (31/1/2013). Assegaf mengatakan, Luthfi tidak berada di
lokasi tangkap tangan yang
dilakukan KPK, Selasa (29/1/2013) malam di Hotel Le Meridien dan
kawasan Cawang, Jakarta Timur. Luthfi juga tidak berada pada posisi akan
menerima uang tersebut.
Menurut
Assegaf, KPK seharusnya memanggil Luthfi untuk menjalani pemeriksaan.
Namun, yang dilakukan KPK adalah langsung menjemput atau menangkap
Luthfi di DPP PKS.
Ia
pun membandingkannya dengan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga
(Menpora) Andi Alifian Mallarangeng yang menjadi tersangka kasus dugaan
korupsi proyek Hambalang. ”Kenapa dilakukan seperti orang tertangkap
tangan? Kenapa KPK tidak bisa menggunakan cara-cara yang lebih
terhormat? Kenapa terhadap mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Andi
Mallarangeng) sudah tersangka di awal tapi tidak langsung ditangkap?,”
ujarnya.
Seorang pengurus DPW PKS Sumatera Utara ikut menjelaskan analisa pribadinya yang disebar melalui
jejaring sosial, “Terkait dengan isu KPK nampaknya konstruksinya agak kacau balau. Yang bikin skenario kurang profesional.
Pertama,
Ketika berita penangkapan muncul isunya ikut ditangkap supir Mentan.
Ternyata dibantah. Kedua, yang mau disuap adalah anggota komisi IV DPR
dari PKS. Sekarang jadi LHI yang jelas-jelas Komisi I. Ketiga, jika
kaitannya dengan daging impor, dan tudingannya diarahkan LHI bisa atur
Mentan yang notabene kader PKS, jelas salah alamat.
Psalnya
Mentan tak lagi mengatur impor daging. Impor daging quotanya yang
mengatur Deperindag. Apakah LHI bisa atur Menperindag yang notabene
orang SBY. Keempat, disebutkan upaya penyuapan. Yang bersangkutan tidak
menerima uang tersebut. Hanya disebutkan uang itu untuk LHI. Apakah adil
orang yang berupaya mau disuap dijadikan tersangka? Padahal dia bisa
jadi tdk tahu ada upaya itu. Dan apalagi tidak menerima uang
tersebut. Wallahualam bishowab. Semoga Allah melindungi kita semua dari
makar ini. Aamiin”
Kini,
para kader PKS semakin yakin bahwa ini hanyalah kasus pesanan untuk
membantai lawan politik jelang Pemilu 2014. Ayi Muzayni, protokoler
Presiden PKS Selama ini ana saja tidak pernah mengenal AF (Ahmad Fathan)
yang dituduhkan sebagai orang dekat LHI yang tertangkap bawa 1M,
bersama wanita ABG itu (naudzubillah) , padahal hampir setiap menit saya
mendampingi LHI,” ujarnya.
Mengenai
AF ini, dalam rekaman yang diperoleh situs Islamedia, KPK sendiri
menyebut AF dengan 2 istilah, yakni “dari swasta”, dan “yaa, mungkin
rekan”. Keterangan tersebut dinyatakan Johan Budi selaku Juru Bicara
KPK, dalam konferensi persnya pada Rabu malam Kamis lalu di Gedung KPK
Jl HR Rasuna Said Jakarta. Entah dari mana datangnya keterangan bahwa AF
ialah kader PKS, Sespri, Aspri, maupun staf
LHI.
“Yang
perlu kami tegaskan di sini adalah AF itu bukan kader ataupun anggota
PKS,” kata Hidayat Nur Wahid usai menghadiri pertemuan dengan Ketua
Majelis Syuro PKS, Hilmi Amminudin, di Bandung Utara, Jawa Barat, Kamis,
seperti diberitakan Antara.
Apalagi terungkap banyaknya pemberitaan lebay berisi fitnah di sejumlah media.
Seperti
portal berita sekelas Liputan6.com sampai-sampai melakukan kesalahan
fatal dalam penyampaian berita lewat jurnalisnya yang bernama Ferry
Noviandi. Di sana dalam paragraf kedua ada tertulis, “Luthfi Hasan
ditangkap tangan oleh KPK, Rabu (30/1/2013) malam. Dari penangkapan
tersebut, KPK mendapatkan uang Rp1 miliar sebagai uang suap kepada
Luthfi. Selain itu, setelah menerima uang suap, Luthfi berada dalam satu
kamar hotel bersama wanita bernama Maharani.” Ini jelas keliru karena
LHI tidak tertangkap tangan
bahkan ia dijemput hanya karena pengakuan AF bahwa ia berencana
memberikannya kepada Luthfi.
Lain
lagi dengan situs tempo.co. Dalam setiap beritanya, ada istilah Suap
Daging PKS. Padahal ini merupakan kasus LHI, bukan kasus institusi. Tapi
Tempo berusaha menggiring opini publik bahwa jika ini adalah
pekerjaannya PKS sebagai sebuah organisasi. Sungguh tendensius sekali.
Berita
lebih aneh muncul di Rakyat Merdeka Online. Dalam salah satu beritanya
diwww.rmol.co/read/2013/01/31/96452/PKS-harus-Bubar-Minimal-Minta-Maaf-kepada-Umat-Islam,
Direktur Eksekutif Indonesian Constitutional Watch (Icon) Razman Arif
Nasution meminta PKS dibubarkan karena adanya penetapan LHI sebagai
tersangka. Kata kader PKS, ini baru jadi tersangka saja sudah diminta
bubar, partai-partai lain semacam Golkar, Demokrat dan PDIP yang
kadernya sudah ramai memenuhi hotel prodeo kok tidak
diminta bubar?
Ilustrasi Konspirasi Penyesatan Opini Publik di Media
Jadi
wajarlah kemudian kalau PKS semakin meyakini bahwa semua peristiwa ini
memang makar yang diciptakan lawan politik. Justru hanya para
koruptorlah yang benci PKS dan takut PKS menang. Tak ingatkah kita pada
kasus Misbakhun yang akhirnya diputus MA tidak bersalah?
Begitupun,
umumnya kader PKS menyikapi semua ini dengan sangat positif. Ini
terlihat dari berbagai postingan kader-kadernya dari level pembesar
hingga akar rumput di jejaring sosial. Sampai-sampai ada yang bilang
syukur karena dengan kasus ini PKS mendapat iklan gratis selama sekian
hari dibahas di media massa. Bahkan Luthfi Hassan Ishaq semakin mudah
dikenal dengan singkatan LHI. Padahal Abu Rizal Bakrie harus menciptakan
dan memasang ribuan iklan untuk mengenalkan dirinya sebagai ARB.
Sementara
dalam grup facebook Indonesia
Harapan Itu Masih Ada (IHIMA) yang dikelola kader PKS, muncul pula
dukungan terhadap KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun dukungan
itu disertai peringatan agar KPK bersikap objektif jangan sampai
melakukan penghancuran terhadap ikon anti korupsi.
pkspiyungan
Sumber: http://www.islamedia.web.id/2013/02/cuma-koruptor-yang-takut-pks-menang.html